Titik Temu Bisnis dan Pemberdayaan Masyarakat


Petani Kentang, Dieng Akhir 2009
Apa hubungan antara bisnis dan pemberdayaan masyarakat? Selama ini bisnis diyakini sebagai entitas yang sangat berbeda dengan aktifitas sosial. Dalam terminologi untung rugi, semua komponen pengeluaran dihitung sebagai unsur biaya yang memengaruhi modal. Pemberdayaan menyaratkan adanya unsur altruisme. Sekilas keduanya tidak nyambung. Benarkah demikian?

Pemahaman tradisional tentang tujuan bisnis sering kali hanya terbatas pada perolehan keuntungan maksimal. Padahal menurut Muhammad Yunus dalam bukunya Creating a World Without Poverty, pemahaman seperti ini merupakan pemahaman yang salah karena telah mereduksi aspek multidimensi dari manusia itu sendiri. Seorang entrepreneur merupakan manusia sempurna yang memiliki aspek multidimensi dan dengan sendirinya dilingkupi nilai-nilai seperti relijiusitas, emosional, politikal, dan sosial. Oleh karena itu, sangat tidak manusiawi jika seorang entrepreneur mencurahkan semua energinya hanya untuk memenangkan kompetisi yang semata-mata dinilai oleh seberapa besar dia memperoleh profit.

Setidaknya ada tiga tujuan mendasar yang harus menjadi target sasaran seorang entrepreneur dalam melakukan bisnis, yang sering disebut sebagai Triple Bottom Line. Ketiga aspek tersebut adalah People, Profit, dan Planet. Ketiga pilar ini merupakan manifestasi tanggung jawab bisnis dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan. Saya berkeyakinan bahwa komitmen terhadap ketiga aspek mendasar tersebut dengan sendirinya akan menciptakan bisnis yang berkelanjutan (sustainable).     
        
Bisnis Sosial?
Dikotomi antara bisnis dan pemberdayaan masyarakat menjadi ciri dari praktek beberapa dekade yang sudah lewat. Hal ini ditandai dengan perbedaan yang tegas antara institusi bisnis dengan institusi yang memiliki fokus pada pemberdayaan. Di masa lalu, perusahaan-perusahaan besar seringkali hanya fokus pada eksploitasi dan pemanfaatan sumberdaya semaksimal mungkin sehingga aspek pemberdayaan masyarakat terabaikan. Kasus-kasus kerusuhan di banyak tempat dan marjinalisasi penduduk lokal menjadi catatan buruk investasi dan bisnis yang abai terhadap kepentingan masyarakat luas.


Sebaliknya, lembaga-lembaga pemberdayaan sebagian besar sangat tergantung pada bantuan keuangan dari luar atau lembaga donor. Kondisi seperti ini jauh dari ideal. Kita mendorong dunia usaha untuk berperan aktif dalam pemberdayaan. Bersamaan dengan itu, lembaga-lembaga yang memiliki fokus aktifitas pada pemberdayaan masyarakat sudah saatnya memiliki independensi pendanaan dengan mengadopsi sistem dan mekanisme bisnis. Dahulu sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki unit usaha mendapat citra negatif dan dipandang miring. Perkembangan zaman mengajarkan pada kita bahwa independensi pendanaan bukan saja perlu tetapi merupakan keharusan untuk keberlanjutan sebuah aktifitas pemberdayaan.

Inilah yang kemudian melahirkan gagasan tentang Bisnis Sosial (Social Business) yang dikemukakan oleh Muhammad Yunus beberapa waktu lalu. Dia menawarkan dua opsi bentuk dari bisnis sosial. Pertama, bisnis yang menghasilkan keuntungan sosial dan lebih mengutamakan mengejar tujuan pemberdayaan seperti penghapusan kemiskinan, peneyediaan layanan kesehatan untuk orang miskin, dan sebagainya. Atau bentuk yang kedua, bisnis dengan orientasi profit maksimal yang dimiliki oleh orang miskin dan orang yang kurang beruntung. Pada jenis yang kedua ini manfaat sosial diperoleh dari keuntungan dan pertumbuhan bersama yang didapat oleh orang miskin sehingga mereka bisa keluar dari kemiskinan. Di Bangladesh sendiri bisnis sosial ini sudah diterapkan dalam bentuk Social Enterprise di seputar Grameen.

Bagai mana dengan Indonesia? Aktifitas pemberdayaan masyarakat di Indonesia bukan merupakan hal baru. Beberapa lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan malah sudah mandiri secara finansial dan tidak semata tergantung donor. Beberapa anak muda malah sudah ikut mengembangkan bisnis yang berorientasi sosial. Bermunculannya entrepreneur-entrepreneur muda dengan ide bisnis yang berorientasi sosial harus kita dukung dan beri apresiasi.

0 comments:

Post a Comment