Menjaga martabat orang miskin


Buat sebagian besar umat muslim, hari-hari menjelang lebaran dijadikan momentum untuk berbagi. Seolah sudah menjadi kesepakatan umum di kalangan orang yang beruntung maupun orang miskin, mereka saling bertemu melaksanakan hajat tahunan berbagi dan menerima. Tidak heran maka kita temui pemandangan yang lazim adalah menumpuknya orang miskin seperti dalam acara konser. Lokasinya bisa di sembarang tempat. Di halaman dan emperan teras rumah orang kaya, di alun-alun kabupaten, di pasar, di mana saja. Yang membedakan adalah mereka yang datang terdiri dari orang lanjut usia, kaum dhuafa, dan semua mereka yang merepresentasikan kemiskinan dalam penampilan fisik maupun perilaku. Cerita yang kemudian sering muncul dari momen kemanusiaan ini tidak jauh seputar tragedi dan korban yang berjatuhan dari pihak mereka yang memang sudah tidak beruntung.

Kita kemudian bertanya, apakah praktik charity yang dilakukan itu sudah benar? Dalam perspektif agama, rasanya sulit kita temui contoh dalam sejarah Islam cara-cara pembagian zakat seperti yang kita saksikan di sebagian tempat di negeri kita akhir-akhir ini. Dengan terpaksa harus berpanas-panasan menunggu, mengantri, berpeluh-keringat, sampai berdesakan dan bahkan harus terinjak-injak bukanlah cerminan aksi kemanusiaan. Padahal esensi dari pemberian zakat dan sedekah adalah untuk ‘memanusiakan’ manusia.
Dari perspektif keikhlasan pemberi bantuan, praktik pertontonan seperti ini agaknya juga jauh dari yang diharapkan oleh ajaran agama. Memang tidak ada larangan untuk memberi bantuan secara terang-terangan. Tetapi memberikan bantuan tanpa diketahui oleh publik adalah lebih mendapatkan keutamaan dan derajat yang tinggi.

“jika kamu lahirkan pemberian sedekahmu, maka itulah pekerjaan yang sebaik-baiknya. Dan jika kamu menyembunyikan pemberian itu, kamu serahkan kepada orang faqir maka itulah yang lebih baik bagimu”. (QS. Al Baqarah : 271)

Orang miskin hampir sudah tidak memiliki apa-apa lagi kecuali kehormatan dan harga diri. Kita mengenal adanya silent poor atau kelompok orang miskin yang tidak membeberkan kemiskinannnya serta tidak meminta bantuan. Ini mereka lakukan semata untuk menjaga kehormatan dirinya. Jumlah mereka banyak, dan mungkin lebih banyak dari yang kita lihat hadir berdesakan saban tahun. Seharusnya bantuan apa pun termasuk zakat dan sedekah bisa menjangkau/mendatangi kelompok-kelompok seperti ini dan begitulah sebaiknya orang miskin diperlakukan. Bukan malah memaksa mereka keluar mengantri bantuan dan menggadaikan kehormatan serta harga diri. (SM)

0 comments:

Post a Comment